Selasa, 04 Juni 2013

Para Pemimpin Kampus

Seperti Apakah Para pemimpin kampus itu.

Posisi sebagai pemimpin di mana-mana dianggap memiliki kelebihan atau keistimewaan, sehingga banyak orang meminatinya. Begitu juga di kampus, banyak orang kepingin menduduki posisi itu. Oleh karena itu, sekalipun memimpin itu adalah  amanah,  dan amanah itu harus ditunaikan, dan tidak boleh  dikejar-kejar, tetapi nyatanya banyak orang yang mengejarnya. Bahkan cara yang ditempuh juga menyolok, sehingga ambisinya itu  kelihatan sekali.
 
Di zaman sekarang ini mengejar posisi sebagai pemimpin dianggap biasa.  Dulu, hal seperti itu tidak terjadi. Kalau pun  ada tidak terbuka seperti sekarang ini. Orang masih memiliki rasa malu, manakala disebut  berambisi. Sekarang rasa malu itu  rupanya sudah semakin hilang. Untung saja, gambaran  seperti itu belum terjadi di banyak kampus perguruan tinggi.  
 
Semestinya untuk menduduki posisi penting seperti itu,  seseorang  yang dianggap cakap dan memiliki kelebihan, disusulkan oleh orang lain untuk menjadi pemimpin. Namun anehnya pada saat sekarang ini,  adalah merupakan hal   biasa, seseorang  mengusulkan dirinya sendiri agar ditunjuk atau dipilih menjadi pemimpin.  
 
Lebih  eronis lagi,  posisi pemimpin  diangap sebagai pekerjaan yang akan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan.  Atas dasar anggapan itu, selain diperebutkan, jabatan  juga dibeli. Mereka mengkalkulasi  antara pengeluaran  dengan pendapatannya. Manakala  ada  kemungkinan  beruntung, maka akan  diambil. Untuk meraih posisi itu, mereka juga tidak bekerja sendiri, melainkan juga membentuk  tim sukses. Semua kegiatan itu memerlukan uang. Tanpa uang jangan berharap berhasil menduduki posisi penting itu.
 
Saya merasa senang sekali, di kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, tatkala terjadi pemilihan pemimpin kampus, tidak terdengar berita yang menyedihkan sebagaimana digambarkan di muka. Persaingan antar sesama calon yang sama-sama berminat menjadi pemimpin kampus,  sedikit banyak, memang  di sana sini  terasakan. Akan tetapi, suasana yang berlebihan,   selama ini belum saya temukan.  
 
Persaingan untuk meraih jabatan di kampus,  saya akui,  memang ada. Akan tetapi, saya   menilai masih wajar. Bahkan ada fenomena yang cukup menarik. Mereka ingin mengetrapkan ajaran Islam bahwa,  jabatan atau amanah tidak boleh dicari, dikejar, dan apalagi diperebutkan. Agar terjadi suasana yang  Islami itu, maka para calon pejabat tidak

diminta menawarkan dirinya, melainkan  dicalonkan. Beberapa dosen yang diusulkan oleh teman-teman  sejawatnya, maka mereka itulah  yang dijadikan calon.  Bbeberapa calon pejabat itu kemudian diminta menyusun visi, misi, program kerja,  dan melengkapi berbagai persyaratan lainnya, kemudian diajukan untuk  diikutkan sebagai kandidat dalam pemilihan  oleh senat.  
 
Proses sebagaimana disebutkan terakhir itu kiranya  lebih edial. Seseorang agar dipilih menjadi pemimpin harus  selalu meningkatkan kualitas dirinya. Mereka yang berkualitas dalam berbagai hal, tentu akan diusulkan oleh kawan sejawatnya, dan sebaliknya bukan mengusulkan dirinya sendiri. Tentu proses tersebut akan menjadi lebih baik lagi manakala dalam pengusulan oleh beberapa teman sejawatnya itu didasarkan kriteria atau ukuran tertentu. Sebab tanpa ukuran yang jelas, juga akan terjadi rekayasa-rekayasa yang tidak sesuai dengan misi perguruan tinggi.
 
Tanpa ada kretiria yang jelas, seseorang diusulkan oleh banyak temannya bukan  atas dasar prestasi akademik, melainkan misalnya,  hanya atas dasar kesamaan organisasi, hubungan–hubungan primordial, dan atau kesamaan lainnya  agar sama-sama mendapatkan keuntungan. Manakala hal itu benar-benar terjadi, maka kampusnya sendiri yang akan terugikan. Memang di dalam kehidupan ini pintu-pintu atau peluang menyimpang dari garis yang seharusnya dipegang bersama selalu muncul pada setiap saat dan atau dalam setiap  kesemptan.
 
Pemimpin kampus semestinya tidak perlu  diperebutkan. Orang-orang kampus sehari-hari terbiasa berpikir rasional, obyektif, dan terbuka. Oleh karena itu, manakala terjadi rekayasa-rekayasa, maka  akan segera diketahui kelemahannya. Biasanya apa saja yang direkayasa selalu menyimpan kelemahan. Sedangkan kelemahan yang dimaksudkan itu pada saatnya akan segera diketahui  oleh banyak kalangan. Citranya menjadi tidak baik,  dan akan berjalan dalam waktu yang  lama.
 
Hal penting lainnya, bahwa pemimpin kampus seharusnya dipilih dari orang yang  berprestasi, misalnya yang bersangkutan tulisannya banyak, beberapa hasil penelitiannya tergolong berkualitas, buku-buku yang dihasilkan diminati banyak orang,  dan seterusnya. Manakala prestasi itu tidak ditemukan dan yang bersangkutan menghendaki untuk menjadi pemimpin, maka diperlukan rekayasa itu.  Rekayasa itu akan berhasil, tetapi suatu saat, kelemahan itu  akan diketahui, oleh karena,  orang kampus selalu berpikir rasional, obyektif,  dan terbuka.
 
Perebutan jabatan di kampus njuga tidak perlu dilakukan  oleh karena,  kampus berbeda dari institusi lainnya. Di lingkungan perguruan tinggi,  semua orang bisa berprestasi dan dikenal luas,  bukan saja tatkala menjadi pemimpin, melainkan dari karya-karya  lainnya. Seseorang yang rajin menulis, mampu melakukan penelitian yang hasilnya dipandang  hebat, dikenal kedalaman ilmunya sehingga banyak orang yang membutuhkan, maka semua itu adalah prestasi yang, --------bisa jadi,  melebihi pemimpin atau pejabat kampus. 
 
Dengan begitu, seorang yang tidak pernah terpilih menjadi pejabat kampus, sangat mungkin ketenarannya melebihi pimpinan birokrasi  kampusnya. Yang bersangkutan diundang kemana-mana untuk mengisi dialog, diskusi,  seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya. Padahal pimpinannya sendiri, oleh karena sibuk atau apa, tidak pernah mendapat perhatian dari  sejawatnya. Orang  seperti yang dimaksudkan itu, menjadi pejabat justru rugi.  Kualitas keilmuannya  tidak bisa  berkembang sebagaimana yang dituntut oleh institusinya sendiri. 
 
Berangkat dari kenyataan itu, saya ingin mengatakan bahwa  untuk ikut mengembangkan kampus, seseorang  tidak harus menduduki jabatan tertentu, tetapi bisa lewat berbagai peluang yang selalu terbentang luas. Seseorang yang berprestasi di bidang penelitian, penulisan buku,  berhasil menciptakan inovasi baru, memiliki kemampuan  menjalin komunikasi luas, dan lain-lain  akan dipandang telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan kampusnya.
 
Atas dasar prestasinya itu, mereka juga akan disebut sebagai pemimpin kampus. Bahkan, bisa jadi,  akan sangat mungkin dianggap sebagai pemimpin kampus dalam arti yang sebenarnya,  dan bukan sebatas pemimpin pada aspek birokrasinya semata. Wallahu a’lam.    


Nara Sumber : http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3854:para-pemimpin-kampus&catid=25:artikel-imam-suprayogo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar